Reformasi Dibidang Hukum Menuju Terciptanya Keadilan (Ilmu Budaya Dasar)
Pertemuan 4
Reformasi Dibidang Hukum Menuju Terciptanya Keadilan
REFORMASI HUKUM DI INDONESIA
Abstrak Dengan adanya reformasi hukum, maka kemungkinan besar
rakyat kecil atau yang lebih sering kita kenal dengan sebutan tidak mampu, kini
hidup mereka akan sejajar dengan orang yang tadinya dapat membeli hukum. Meski
hanya di dalam hukum tetapi mereka senang kalau dapat di sejajarkan dengan cara
tak pandang bulu karen Indonesia adalah negara hukum.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bagaimana hukum di Indonesia?
Kenyataan yang berkembang saat ini kebanyakan orang akan merespon bahwa hukum
di Indonesia itu berpihak kepada yang mempunyai kekuasaan, dan mempunyai uang
banyak. Seperti contoh, orang biasa yang ketahuan melakukan tindak pencurian
kecil langsung ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Sedangkan seorang pejabat
negara yang melakukan korupsi uang milyaran milik negara dapat berkeliaran
dengan bebasnya dan di dalam lembaga pemasyarakatan memperoleh fasilitas
layaknya hotel. Itulah sekelumit jawaban yang menunjukan penegakan hukum di
Indonesia belum dijalankan secara adil atau belum adanya equality beforethe
law. Oleh karena itu diperlukan adanya reformasi hukum. Pernyataan Wakil
Presiden Boediono, bahwa reformasi penegakan hukum merupakan prioritas kerja
Kabinet Indonesia Bersatu, bagai oasekatarsis di tengah „kegaduhan' proses
penegakan hukum atas kasus Bibit - Chandra dan Antasari Azhar. Dalam kesempatan
berbicara pada peringatan Ulang Tahun ke 10 The Habibie Center (11 November
2009), Wapres Boediono menegaskan, "Banyak tugas yang harus dilakukan,
tapi menurut saya yang penting harus kita lakukan adalah reformasi penegakan hukum.
Ini merupakan kunci utama, agar kualitas demokrasi kita menjadi lebih baik dan
kuat." Kita sepakat dengan pernyataan tersebut. Reformasi penegakan hukum
merupakan salah satu pilar penting dalam menguatkan konsolidasi demokrasi.
Tanpa penegakan hukum yang benar, adil, dan profesional, konsolidasi demokrasi
akan terganggu. Dan, tentu berkorelasi positif dengan pembangunan ekonomi dan
kesejahteraan rakyat. Meskipun demikian, tentu, proses reformasi penegakan
hukum berbasis keadilan akan memakan waktu dan memerlukan kesabaran. Prioritas
reformasi penegakan hukum merupakan pilihan terbaik yang mesti ditempuh oleh
pemerintah. Pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menjamin
terus berlangsungnya pemberantasan korupsi, dan sikap untuk mengganyang mafia
penegakan hukum, kita yakini sebagai sikap dasar penyelenggaraan
pemerintahan lima tahun ke depan. Oleh karena itu, seluruh tindakan penegakan
hukum yang dilakukan secara benar, bersih, adil, dan tanpa rekayasa menjadi
kepedulian kolektif bangsa.
Sebagai bagian dari rakyat yang
merindukan tegaknya hukum secara berkeadilan, kita memberikan apresiasi dan
dukungan kuat terhadap pemerintahan SBY - Boediono. Kita percaya, reformasi
penegakan hukum akan terus bergulir selama lima tahun ke depan. Kita juga percaya,
bahwa
dengan reformasi penegakan
hukum dan sikap tegas untuk mengganyang mafia hukum, kita dapat menyelamatkan
bangsa ini dari berbagai kerumitan masa depan. Perjuangan
menegakkan
hukum dan keadilan memang tidak mudah. Banyak onak dan duri yang harus
dihindari. Namun bila hal itu dilaksanakan secara bersungguh-sungguh, konsisten
dan konsekuen, kita sangat yakin, ikhtiar itu akan membawa hasil yang optimal.
Yaitu, tegaknya Indonesia sebagai negara hukum.
B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan dibahas
dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan
reformasi hukum?
2. Bagaimana reformasi hukum
yang ada di Indonesia?
3. Bagaimana strategi dan
tahapan reformasi hukum?
PENDEKATAN
SOSIOLOGIS
Pernyataan
mengapa kasus-kasus serupa masih saja terjadi, terbesit dalam ingatan kita.
Saat reformasi digulirkan semangat perubahan yang muncul utamanya ditujukan
pada komiten rakyat terhadap pemberantasan korupsi. Apakah yang sebenarnya
terjadi? Mengapa bangsa ini seakan terus terpenjara dalam euphoria dan
belantara kata pemberantasan korupsi tanpa adanya pencapaian signifikan. Bagai
sebuah paradox, kenyataannya lembaga sekelas KPK diyakini masyarakat sebagai
garda terdepan dalam pemberantasan korupsi. Sedangkan di lain pihak upaya KPK pun
mendapat komitmen dari lembaga penegak hukum lainnya seperti polri dan
kejaksaan agung beserta paradigm barunya dalam memberantas korupsi.
Dalam
pendekatan sosiologis khususnya dalam proses pembentukan peradaban bangsa
kedepan perlu diperhatikan secara cermat hubungan antara perilaku koruptif dan
tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia. Jika melihat kasus-kasus korupsi
yang muncul, sebagai hipotesis awal, perilaku korupsi terdapat pada berbagai
unsur masyarakat keseluruhan. Ironisnya, masyarakat sebenarnya secara alamiah
sudah memiliki instrument sendiri untuk mencegah korupsi, antara lain melaui
pemilu, bagi masyarakat pemilu seharusnya menjadi alat penting dalam mendorong
politik. Di unsur legislatif, upaya pencegahan korupsi direalisasikan melalui instrument
produk perundangan, antara lain Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi dan di ratifikasi United
Nations Convention Againts Corruption (UNCAC). Bahkan kalangan selaku bisnis
pun selayaknya mempunyai resistensi sendiri terhadap perilaku koruptif melalui
penerapan kode etik profesi yang bertujuan membangun perekonomian bebas
korupsi.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Reformasi
Hukum
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, reformasi hukum adalah perubahan secara drastis untuk perbaikan di
bidang hukum dalam suatu masyarakat atau negara. Sedangkan menurut Menteri
Kehakiman Muladi, reformasi hukum adalah proses demokratisasi dalam pembuatan,
penegakkan, dan kesadaran hokum. Dalam hal pembuatan hukum bukan aspirasi
penguasa
saja yang ditonjolkan melainkan
juga harus mendengarkan aspirasi dari siapa saja yang berkepentingan dengan
pemerintahan (pemangku kepentingan). Reformasi hukum mempunyai arti
penting guna membangun desain kelembagaan bagi pembentukan negara hukum yang
dicita-citakan. Untuk kepentingan itu dalam sistem politik yang demokratis,
hukum harus memberikerangka struktur organisasi formal bagi bekerjanya
lembaga-lembaga negara,menumbuhkan akuntabilitas normatif dan akuntabilitas
publik dalam proses pengambilan keputusan politik, serta dapat meningkatkan
kapasitasnya sebagai sarana penyelesaian konflik politik. Ada beberapa hal
penting yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Cakupan reformasi hukum
Di luar pengertian reformasi
hukum, hal yang juga penting ditetapkan adalah cakupan dari reformasi hukum
tersebut. Idealnya, cakupan reformasi hukum harus meliputi reformasi pada
unsur-unsur pokok dari suatu sistem hukum, yang meliputi unsur materi/substansi
hukumnya, aparatur hukum, sarana dan prasarananya, maupun falsafah dan budaya
hukumnya. Dari segi materi/substansi hukumnya pembenahan perlu dilakukan tidak
hanya mencakup kemungkinan mengadopsi pranata-pranata hukum baru yang muncul
dalam kerangka globalisasi ekonomi yang dapat memunculkan kecenderungan
terjadinya globalisasi hukum (misal: ketentuan-ketentuan hukum menyangkut
e-commerce, e-transaction, e-signature, kontrak-kontrak internasional,
perdagangan barang dan jasa, perlindungan hak kekayaan
intelektual, komersialisasi
antariksa dll) namun juga adaptasi terhadap paradigma baru dalam sistem
pemerintahan khususnya berkaitan dengan otonomi daerah, misalnya kemungkinan
berlakunya ketentuan-ketentuan hukum adat setempat bagi hubungan-hubungan hukum
atau peristiwaperistiwa hukum tertentu. Pembenahan materi/substansi hukum
tersebut bisa
dilaksanakan
melalui 3 alternatif, yaitu:
a. Merumuskan dan menetapkan
ketentuan-ketentuan hukum baru untuk hal-hal yang sama sekali belum diatur,
b. Melakukan transformasi dari
ketentuan-ketentuan hukum internasional menjadi ketentuan hukum nasional
melalui instrumen pengesahan/ratifikasi perjanjian-perjanjian internasional
terkait,
c. Memodifikasi
ketentuan-ketentuan hukum yang sudah ada untuk mengikuti perkembangan kesadaran
dan kebutuhan hukum yang berkembang dalam masyarakat.
2. Misi dan tujuan reformasi
hukum
Misi yang diemban dalam rangka
reformasi hukum adalah terciptanya hukum yang tertib dan berkeadilan namun
tetap senantiasa mampu mendorong pembangunan bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Tujuan utama yang hendak dicapai dalam kerangka reformasi hukum
adalah tegaknya supremasi hukum dalam masyarakat. Melalui tegaknya supremasi
hukum, maka hukum akan benar-benar berfungsi sebagai rambu-rambu dan sekaligus
pedoman bagi semua pihak, baik penyelenggara negara dan pemerintahan, penegak
hukum,
pelaku usaha dan masyarakat
umum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
B. Reformasi Hukum di
Indonesia
Kondisi Hukum Indonesia saat
ini belum dilaksanakan sesuai dengan azaz hukum yang berkeadilan. Hal ini dapat
dilihat sorotan yang amat tajam dari seluruh lapisan masyarakat, baik dari
dalam negeri maupun luar negeri terhadap dunia hukum di Indonesia. Dari sekian
banyak bidang hukum, dapat dikatakan bahwa hukum pidana menempati peringkat
pertama yang bukan saja mendapat sorotan tetapi juga celaan yang luar biasa
dibandingkan dengan
bidang hukum lainnya. Bidang
hukum pidana merupakan bidang hukum yang paling mudah
untuk dijadikan indikator
apakah reformasi hukum yang dijalankan di Indonesia sudah berjalan dengan baik
atau belum. Hukum pidana bukan hanya berbicara tentang putusan pengadilan atas
penanganan perkara pidana, tetapi juga meliputi semua proses dan sistem
peradilan pidana (criminal justice system). Proses peradilan berawal
dari penyelidikan yang dilakukan pihak kepolisian dan berpuncak pada penjatuhan
pidana dan selanjutnya diakhiri
dengan pelaksanaan hukuman dan
pemidanaan di lembaga pemasyarakatan. Keprihatinan yang mendalam tentunya melihat
reformasi hukum yang masih berjalan lambat dan belum
memberikan
rasa keadilan bagi masyarakat. Tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa pada
dasarnya apa yang terjadi akhir-akhir ini merupakan ketiadaan keadilan yang
dipersepsi masyarakat (the absence of justice). Ketiadaan keadilan ini
merupakan akibat dari pengabaian hukum (diregardling the law), ketidakhormatan
pada hukum (disrespecting the law), ketidakpercayaan pada hukum (distrusting
the law) serta adanya penyalahgunaan hukum (misuse of the law).
Sejumlah masalah yang layak dicatat berkenaan dengan bidang hukum antara lain:
1. Sistem peradilan yang
dipandang kurang independen dan imparsial
2. Belum memadainya perangkat
hukum yang mencerminkan keadilan sosial
3. Inkonsistensi dalam
penegakan hukum
4. Masih adanya intervensi
terhadap hukum
5. Lemahnya perlindungan hukum
terhadap masyarakat
6. Rendahnya kontrol secara
komprehensif terhadap penegakan hukum
7. Belum meratanya tingkat
keprofesionalan para penegak hukum
8. Proses pembentukan hukum
yang lebih merupakan power game yang
mengacu pada kepentingan the
powerfull daripada the needy. Reformasi hukum di Indonesia dibahas
dalam 3 masalah yaitu
masalah pelaksanaan hukum,
masalah pencabutan perundangan-undangan yang tidak demokratik, dan masalah
impunity (kebebasan/ bebas dari tuntutan) dalam kaitannya dengan Amandemen
Kedua UUD 45 Pasal 28 I ayat (1).
1. Masalah pelaksanaan hukum
(Law enforcement) di Indonesia tidak
dijalankan secara lugas
sehingga keadilan belum bisa diwujudkan.
Fakta- fakta pendukung antara
lain adalah lambatnya penanganan kasus pelanggaran hukum serius, khususnya
kejahatan kemanusiaan. Bermacammacam kasus KKN Suharto (kasus korupsi Jamsostek
yang diloloskan Suharto saat masih berkuasa.). Penanganan kasus korupsi Suharto
yang terkesan diperlambat karena masalah kesehatan. Pada masa Orba disebabkan
karena rezim Suharto mendominasi semua lembaga negara termasuk lembaga penegak
hukum dan tidak berlakunya rule of law. Di era reformasi disebabkan masih ada
kekuatan status quo buktinya makin banyak KKN yang merajalela di
pemerintahan.
2. Masalah pencabutan
perundangan- undangan yang tidak demokratik
Pemerintah
telah berhasil menetapkan berbagai aturan hukum yang bertentangan dengan nilai-
nilai demokrasi, HAM dan keadilan. Salah satunya adalah pencabutan TAP MPR
no.XXV/1966 yang diusulkan oleh Abudrahman Wahid yang saat itu menjabat
presiden. Selain itu dalam UUD 45 amandemen I pasal 6 ayat (1) yang menyebutkan
bahwa presiden
ialah orang asli Indonesia.
Karena belum ada undang–undang yang menetapkan kriteria orang Indonesia asli.
Sehingga pasal tersebut perlu diamandemen karena bersifat diskriminatif dan
bertentangan dengan nilainilai demokrasi.
3. Masalah impunity
(kebebasan/ bebas dari tuntutan) dalam kaitannya
dengan Amandemen Kedua UUD
45 Pasal 28 I ayat (1)
“Bahwasanya seseorang tidak
dapat dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut”. Demikian petikan bunyi
pasal 28 I UUD 45 amandemen kedua. Dalam ilmu hukum dinamakan prinsip hukum
non-retroaktif. Prinsip tersebut bersumber dari azas legalitas von Feuerbach
: “tidak ada tindak pidana, tanpa adanya peraturan yang mengancam pidana
lebih dulu” seperti yang tercantum dalam pasal 1 KUHP. Pertanyaannya adalah
bagaimana dengan kasus-kasus pelanggaran HAM yang dilakukan sebelum adanya UU
No. 39 Tahun 1999 tentang HAM?
C. Strategi dan Pelaksanaan
Reformasi Hukum
Suatu hal yang sangat penting
dalam pelaksanaan reformasi hukum adalah merumuskan strategi yang tepat yang
tidak hanya mampu menjangkau kebutuhan hukum saat ini, tetapi juga mampu
menjangkau (mengantisipasi) kebutuhan hukum masa depan yang meliputi suatu
rentang waktu yang cukup panjang. Dalam merumuskan strategi tersebut,
pertama-tama perlu dilakukan inventarisasi terhadap permasalahan-permasalahan
yang perlu di reformasi, baik dari aspek materi hukum, aparatur hukum, sarana
dan prasarana hukum serta budaya hukumnya. Setelah itu, perlu dilakukan
penetapan prioritas tentang unsur-unsur yang harus didahulukan. Dikaitkan
dengan keadaan yang kita hadapi saat ini, yaitu lemahnya penegakan hukum, baik
menyangkut masalah KKN, pelanggaran HAM, tingginya tingkat kriminalitas,
praktek penggunaan kekerasan dan pengerahan massa dalam berdemokrasi, praktek
penjarahan, penyerobotan hak-hak orang lain, dan lain-lain, dalam jangka pendek
adalah tepat untuk memberi prioritas pada proses penegakan hukum (law
enforement) yang dilakukan melalui pembenahan sistem peradilan kita yang
mencakup: badan peradilan, kepolisian, kejaksaan, pengacara dan konsultan
hukum, pengelola lembaga pemasyarakatan, peningkatan etika moral dan kemampuan
profesi hukum, penggunaan Bahasa Indonesia yang
jelas
dan tepat. Secara paralel, dalam upaya menunjang pelaksanaan reformasi
struktural di bidang perekonomian sebagai langkah menuju recovery di bidang
perekonomian, perlu dipertimbangkan kemungkinan melakukan reformasi, baik dari
aspek pranata hukum (legal process)nya yang berdasarkan ekonomi pasar (misal:
menentukan standar-standar hukum, penegakan dan pelaksanaan standar-standar
hukum, merumuskan acuan dalam penyelesaian sengketa serta mengontrol kekuasaan
negara dalam hubungannya dengan sektor-sektor
swasta) maupun menyangkut
substansi/materi hukumnya yang meliputi aspek perundang-undangan, hukum
kebiasaan dan yurisprudensi.). Materi-materi hukum tertentu yang kiranya juga
perlu diproritaskan mencakup, antara lain:
1. Penyelesaian RUU KUHP dan
KUHAP yang baru
2. Penyelesaian RUU TIPIKOR
3. Penyempurnaan UU Kepailitan
4. Penyempurnaan
peraturan-peraturan mengenai Penyehatan Perbankan
5. Penananaman Modal, Pasar
Modal, Perdagangan Berjangka Komoditas,Telematika, Privatisasi
6. Perlindungan Hak Kekayaan
Intelektual, Enerji dan Sumber Daya Mineral, Kelautan, Kehutanan, Real Estat,
Ketenagakerjaan, Pertanahan, Perpajakan dll. Melalui penyempurnaan materi hukum
tersebut diharapkan akan mampu menciptakan aturan main yang jelas dan
transparan bagi masyarakat dan penyelenggara negara dalam menunjang kegiatan
mereka sehari-hari. Pembenahan dari segi materi hukum tersebut juga perlu
dilengkapi dengan
peningkatan sarana dan
prasarana hukum serta peningkatan kesadaran dan kepatuhan hukum masyarakat dan
penyelenggara negara sehingga mampu membentuk suatu budaya hukum yang sehat.
Apabila hal ini dapat dicapai maka otomatis akan tercipta tidak hanya suatu
pemerintahan yang efektif (good governance), namun juga masyarakat yang
menghormati dan mentaati hukum (law abiding people), yang pada akhirnya akan
menciptakan ketertiban
dan keamanan serta kenyamanan
dalam masyarakat, situasi mana sangat kondusif bagi iklim penanaman modal yang
akan mempercepat pemulihan dan bahkan mendorong pertumbuhan ekonomi.
D. Konsep Reformasi Hukum
Jika melihat kondisi hukum yang
terpuruk, maka tidak ada kata lain selain terus mengedepankan reformasi hukum
yang telah digagas oleh bangsa ini. Kegiatan reformasi hukum perlu dilakukan
dalam rangka mencapai supremasi hukum yang berkeadilan. Beberapa konsep yang
perlu diwujudkan antara lain:
a.
Penggunaan hukum yang berkeadilan sebagai landasan pengambilan keputusan oleh
aparatur negara.
b. Tidak adanya intervensi
terhadap lembaga pengadilan
c. Aparatur penegak hukum yang
profesional
d. Penegakan hukum yang
berdasarkan prinsip keadilan
e. Pemajuan dan perlindungan
HAM
f. Partisipasi publik
g. Mekanisme kontrolyang
efektif.
Pada dasarnya reformasi hukum
harus menyentuh tiga komponen hukum yang disampaikan oleh Lawrence Friedman
yang meliputi:
1. Struktur Hukum
Struktur hukum merupakan
pranata hukum yang menopang sistem hukum itu sendiri, yang terdiri atas bentuk
hukum, lembaga-lembaga hukum, perangkat hukum, dan proses serta kinerja mereka.
2. Substansi Hukum
Substandi hukum merupakan isi
dari hukum itu sendiri, artinya isi hukum tersebut harus merupakan sesuatu yang
bertujuan untukmenciptakan keadilan dan dapat diterapkan dalam masyarakat.
3. Budaya Hukum
Budaya hukum ini terkait dengan
profesionalisme para penegak hukum dalam menjalankan tugasnya, dan tentunya
kesadaran masyarakat dalam menaati hukum itu sendiri.Kiranya dalam rangka
melakukan reformasi hukum tersebut ada beberapa hal yang harus dilakukan antara
lain:
a. Penataan kembali struktur
dan lembaga-lembaga hukum yang ada termasuk sumber daya manusianya yang
berkualitas
b. Perumusan kembali hukum yang
berkeadilan
c. Peningkatan penegakkan hukum
dengan menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran hukum
d. Pengikutsertaan rakyat dalam
penegakkan hukum (dalam hal ini rakyat harus diposisikan sebagai subjek/neccessary
condition)
e. Pendidikan publik untuk
meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap hukum
f. Penerapan konsep Good
Governance.
TERCIPTANYA KEADILAN
Kebijaksanaan pembangunan Orde Baru lebih mengutamakan pertumbuhan industri pengolahan bahan-bahan baku impor yang memerlukan modal dalam jumlah besar, yang hanya dipunyai oleh golongan pelaku ekonomi kuat dan kurang memperhatikan bahkan mengabaikan hak dan kepentingan rakyat banyak. Selanjutnya, hukum yang tertulis (peraturan perundang-undangan) yang dikeluarkan selalu berisikan rumusan kebijakan penguasa yang berkuasa serta berfungsi pelayanan yaitu merumuskan dan membe-rikan landasan hukum bagi sah dan berlakunya pelak-sanaan kehendak/kebijakan penguasa yang bersangkutan.
Hukum seharusnya menjadi jembatan (instrumen) dalam mewujudkan apa yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dam Pembukaan UUD 1945, yaitu: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Kekeliruan dalam menderivasikan nilai-nilai Pancasila dan tujuan yang dicita-citakan bangsa Indonesia pada masa Orde Baru terjadi tanpa hambatan. Model penataan oleh hukum mengikuti cara sentralisme dan regimentasi, yang secara sepihak memaksakan kehendak dan tidak toleran terhadap orang lain serta tidak menerima perbedaan atau pluralisme sebagai berkah dan kekayaan. Untuk itu, hukum nasional dimasa yang akan datang melalui pembinaan dan pembaharuan hukum, harus mampu merubah suasana hukum dari sistem hukum yang sedang berjalan kepada sistem hukum yang diinginkan, dan berorientasi kepada pandangan hidup, wawasan politik hukum dan kepentingan nasional, sebagai bangsa yang sedang membangun berdasarkan suatu konsep strategi pengelolaan nasional, dan memperhitungkan dimensi-dimensi nasional, regional, dan global. Dengan demikan perlu dilakukan reformasi hukum terhadap kekeliruan interpretasi dan kembali kepada konseptual sejumlah Nilai Dasar yang tercantum dalam Pembukaan maupun Batang Tubuh, Penjelasan UUD 1945 dan ketetapan MPR.
Semakin majunya perkembangan teknologi dinegara kita seharusnya bisa sebanding dengan terciptanya reformasi dibidang hokum agar terciptanya keadilan. Banyak sekali terjadi penyelewengan keadilan yang dialami masyarakat, contohnya saja jika pejabat elit Negara melakukan korupsi yang diberikan hanya hukuman kurungan pidana dan denda. Itu saja belum cukup, apalagi masih banyak tersangka kasus korupsi yang belum tertangkap atau buron dan dibiarkan sampai bertahun-tahun. Apa masih ada keadilan hokum di negeri ini ? seorang nenek mengambil buah coklat yang jatuh dari pohon orang saja bisa dipidanakan, kenapa seorang anak menteri yang menewaskan 2 nyawa ditutup kasusnya dan tidak lagi diungkit-ungkit. Maka dari itu sudah selayaknya kita sebagai warga Negara Indonesia bersama-sama menciptakan reformasi dibidang hukum agar terciptanya keadilan, karena tidak hanya kita yang merasakan manfaatnya tapi anak cucu kita kelak bisa mempertahankannya.
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari uraian pembahasan di atas
dapat diambil beberapa kesimpulan bahwa reformasi hukum adalah perubahan secara
sistematis dan mendasar untuk perbaikan di bidang hukum dalam suatu masyarakat
atau negara. Reformasi hukum di Indonesia dibahas dalam 3 masalah yaitu masalah
pelaksanaan hukum, masalah pencabutan perundangan-undangan yang tidak
demokratik, dan masalah impunity dalam kaitannya dengan Amandemen Kedua UUD 45
Pasal 28 I ayat (1). Keberadaan makelar kasus yang telah merusak hukum di
Indonesia hanya
akan dapat terungkap jika
institusi penegak hukum (criminal justice system) punya keberanian.
Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, Kepolisian Negara Republik Indonesia,
dan Kejaksaan harus berani mengungkapkan keberadaan makelar kasus itu. Kegiatan
reformasi hukum perlu dilakukan dalam rangka mencapai supremasi hukum yang
berkeadilan. Beberapa konsep yang perlu diwujudkan
antara lain:
1. Penggunaan hukum yang
berkeadilan sebagai landasan pengambilan keputusan oleh aparatur negara
2. Adanya lembaga pengadilan
yang independen, bebas dan tidak memihak
3. Aparatur penegak hukum yang
professional
4. Penegakan hukum yang
berdasarkan prinsip keadilan
5. Pemajuan dan perlindungan
HAM
6. Partisipasi public
7. Mekanisme kontrol yang
efektif
DAFTAR PUSTAKA
REFERENSI
Depenheur, 1999, Government
Libility, Comparative Studies on Government
Liabilty in East and Southeast
Asia, edited by Yong Zhang, Kluwer Law
International.
Fathullah, 2000, Otonomi Daerah
Dan Penguatan Hukum Masyarakat Konsultan
Hukum Otonomi Daerah, Jakarta,
CIDES.
Gouw, J.J. Van Der and
Th.G.Drupsteen, 1999, Government Liabiityini the
Netherlands, in “Comparative
Studies on Governmental Liability in East and
Southeast Asia”, edited by Yong
Zhang, Kluwer Law International.
Handhaafbaar, Jong P, 1977,
Milieurecht (Enforceable Environment Law),
Deventer : W.E.J, Tjeenk
Willink.
Harkrisnowo, Harkristuti, 2003,
HAM Dalam Kerangka Integrasi Nasional Dan
Pembangunan Hukum, Komisi Hukum
Nasional Republik Indonesia.
Hawkins, K, 1984, Environment
and Enforcement, Regulation and the Social
Definition of Pollution,
Oxford; Clarendon Press.
Iskatrinah, 2004, Pelaksanaan
Fungsi Hukum Administrasi Negara Dalam
Mewujudkan Pemerintahan Yang
Baik, Litbang Pertahanan Indonesia,
Balitbang Departemen
Pertahanan.
Istanto, Sugeng, 1998,
Konstitusionalisme dan Undang-Undang Politik.
Kelsen, Hans, 1995, Teori Hukum
Murni, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif
Sebagai Ilmu Hukum Empirik
Deskriptif, Penyunting Somardi, Rimdi Press,
Cetakan Pertama.
Kusumaatmadja, Mochtar, 1976,
Fungsi dan Perkembangan Hukum Dalam
Pembangunan Nasional, Bandung,
Binacipta.
Masyarakat Transparansi
Indonesia, Pokok Pikiran Kajian GBHN Tahun 1999
Bidang Hukum Sebagai Pedoman
Politik Hukum Nasional.
Mahendra, Oka, 1999, Hukum dan
Politik.
Qordhawi, Yusuf, 2000, Waktu,
Kekuasaan, dan Kekayaan sebagai Amanah
Allah, Jakarta, Gema Insani
Press.
Suparno, Paul, 2003,
Memberantas Budaya Korupsi Lewat Pendidikan, Kompas.
Wignjosoebroto,
Sutandyo, 1995, Dari Hukum Kolonial ke Hukum Nasional–
Dinamika Sosial Politik Dalam
Perkembangan Hukum di Indonesia, Jakarta,
Raja
Grafindo Persada.
0 komentar: